Selasa, 13 Juli 2010

SMS, Ta’aruf Gaya Baru

Memang setan selalu berusaha menjerumuskan manusia dari jalan yang benar. Memperdaya manusia dengan memberikan rasa aman terhadap tindakan dosa, dan membuat rancu akal manusia dengan mengedepankan hawa nafsu. Jadilah manusia tertipu. Salah satunya dengan memilih media SMS sebagai ta’aruf gaya baru.
Nah, bagaimana sebenarnya penggunaan SMS sebagai ta’aruf? Marilah kita ikuti hasil wawancara Nikah dengan 2 orang responden berikut ini.
Tak sesuai syariat
Responden pertama yang diwawancarai Nikah adalah Mudia PP Al-Ukhuwah Sukoharjo, Al Ustadz Aris Sugiantoro (32 th). Menurut beliau, SMS sebagai media ta’aruf merupakan cara yang tidak sesuai syariat.
“Sebelum perlu diketahui bahwa akad yang paling berbahagia dan penting yang berhubungan dengan muamalah adalah pernikahan. Juga, pernikahan merupakan suatu ikatan yang suci, oleh karena itu caranya harus sesuai syariat.” Kata sang ustadz yang pernah berguru langusng kepada Syaikh Utsaimin rahimahullah selama 4 tahun.
Beliau juga mengingatkan kembali tentang perintah Allah SWT bagi para bujangan yang ingin menikah yaitu agar mencari jodoh yang baik, yang salih/salihah sehingga diharapkan mampu mendekatkan pada Allah SWT dan menghasilkan keluarga sakinah mawahdah wa rahmah. Dan caranya bukan dengan pacaran atau ber-SMS.
Cara-cara tersebut akan mendekatkan pada zina yang merupakan dosa besar, berikut penjelasan beliau,
“Allah SWT telah memberi batasan yang dihalalkan, janganlah dilewati. Dan sesuatu yang menuju zina, jangan didekati. Sebab, dengan mendekati zina akan lebih condong kepada dosa besar. Oleh karena itu dalam Islam ada perintah berhijab bagi wanita, larangan ikhtilat dan khalwat, serta perintah safar dengan mahram bagi wanita. Semua itu bertujuan untuk menghindari fitnah antar lawan jenis.”
Adapun responden kedua adalah seorang pengamat media massa Islam yang minta disebut Aa Koen (42 thn). Menurutnya, komunikasi antar lawan jenis baik langsung ataupun tidak langsung tidak diharamkan secara mutlak. Sebagai bukti jika kita menengok zaman sahabat dulu, mereka juga saling berkomunikasi. Contohnya dalam menuntut ilmu dan jual beli. Namun, penggunaan SMS untuk ta’aruf, beliau tidak setuju. Sebab akan membuka pintu fitnah dan mengandung banyak bahaya.
Membuka pintu fitnah

Bahaya ta’aruf lewat SMS sangat nyata dan mudah ditebak, apa coba? Berikut penjelasan Aa Koen,
“Dalam ta’aruf (dalam hal ini via SMS-red), kadang ada komunikasi yang tidak perlu contohnya menanyakan kabar, seperti sudah shalat malam atau belum, atau tanya kewajiban yang lain. Sebenarnya, itu hanyalah alasan untuk bisa berkomunikasi.”

“Walaupun bisa dijadikan sarana untuk memberi nasihat, dikhawatirkan akan menodai/mengurangi keikhlasan. Para ulama pun melarang komunikasi langsung (tanpa perantara-red) dalam ta’aruf. Untuk itu saling SMS perlu dihindari. Betapa banyak mereka yang tergelincir disebabkan fitnah komunikasi. Tak pandang bulu, baik orang awam atau para penuntut ilmu agama/da’I pun terkena juga”. Lanjut Aa Koen.
Fitnah hati memang sesuatu yang sulit dikendalikan, apalagi dalam masa kesendirian. Manusia hatinya sangat lemah. Di saat itulah setan masuk. Sehingga, menurut Ustadz Aris, seseorang tidak bisa beralasan bahwa dirinya mampu menjaga hati untuk melegalkan SMS dengan calon tambatan hati.
Bagaimana bentuk keintiman terbentuk lewat SMS? Aa Koen menggambarkannya,
“Saat pintu-pintu keakraban terbuka, keintiman akan terbentuk. Misalnya dengan mengirim kata-kata yang hanya bisa dimengerti kedua belah pihak. Contoh I miss you (ana kangen anta) disingkat “I M U”. Kata-kata itu tidak bisa diketahui orang lain, meskipun dibaca istrinya sendiri (bagi yang ber-sms-an walau sudah menikah).”

Menurut Ustadz Aris, bahaya lain ta’aruf via SMS adalah berita yang disimpulkan kurang akurat. Kecuali jika sudah ada orang yang benar-benar tahu kondisi ikhwan/akhwat tersebut. Seperti keadaan, sifat, akhlak, agama, dan lain-lain. Dalam hal ini, adanya comblang lebih bisa obyektif dan dipercaya.
Namun beliau menambahkan bahwa larangan ber-SMS itu tidak mutlak. Jika calon pasutri sudah mendekati hari H, tidak mengapa ber-SMS untuk menanyakan apa saja yang dibutuhkan, seperti mahar, surat-surat kelengkapan, dan sebagainya. Yang perlu diingat, jangan melebihi batas sebab bisa menjerumuskan ke dalam bahaya.
Kembali ke cara yang benar
Bagi mereka yang sudah siap menikah, jangan ragu menggunakan jasa perantara (comblang). Menurut Ustadz Aris, salah astu cara yang mudah untuk mengetahui keadaan (agama, akhlak, dan lain-lain) calon pasangan adalah dengan melihat pada keluarga.
Jika orang tuanya baik, Insya Allah anak-anak mereka akan dididik beragama dengan baik pula. Lalu kita perintahkan comblang untuk mengamatinya. Setelah merasa cocok dan condong/yakin akan jadi istrinya, barulah nazhar (melihat) untuk memutuskan apakah proses itu berlanjut ke pernikahan.
Aa Koen menyarankan agar sang comblang dipilih yang masih ada hubungan mahram, atau –kalau tidak bisa- orang lain yang mengerti syariat (minimal pergaulan dengan lawan jenis), agar hubungan antara kedua belah pihak tetap terjaga dan memudahkan komunikasi.
Untuk itu, marilah kita renungkan nasihat Ustadz Aris berikut ini. Beliau menghimbau agar para pemuda/pemudi kembali ke jalan Allah sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Sebab menikah itu ibadah dan menyempurnakan agama. Pernikahan adalah suatu ikatan yang suci dan untuk regenerasi, bukan sekeadr melampiaskan hawa nafsu. Untuk itu, janganlah dikotori dengan cara-cara yang tidak syar’i. (abu shafy)


Majalah Nikah, Vol.5 No.3, Juni 2006 Jumadil Ula 1427

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar anda di blog kami n_n
trims ...